URANIUM sebagai bahan bakar nuklir

Setiap inti atom suatu materi menyimpan energi yang besarnya seperti dirumuskan dengan persamaan relativitas Einstein E = mC2. Namun tidak semua materi yang ada di alam ini dapat melakukan reaksi nuklir dan melepaskan energi yang terkandung di dalam intinya. Hanya bahan-bahan tertentu yang dapat melakukan reaksi nuklir disertai dengan pelepasan energi inti. Bahan-bahan yang dapat melakukan reaksi nuklir itu disebut bahan bakar nuklir. Umumnya bahan bakar nuklir adalah unsur-unsur berat bernomor atom tinggi dan mempunyai kemampuan menyerap neutron yang tinggi.
Bahan radioaktif alam yang cukup lama dikenal dan hingga saat ini masih digunakan secara luas sebagai bahan bakar nuklir jenis fisi adalam uranium (U). Uranium bukan merupakan logam yang jarang karena keberadaannya di alam mencapai 50 kali lebih banyak dibandingkan air raksa yang sudah sejak lama dikenal orang. Uranium terdapat sebagai mineral dalam kerak bumi, juga dalam air laut. Cadangan uranium terdapat terutama di Amerika Serikat, Kanada, Rusia dan beberapa negara Afrika seperti Gabon, Nigeria dan Afrika Selatan.

Mineral Uranium

Peristiwa-peristiwa alam dan proses geologi telah membentuk uranium sebagai mineral. Karena mineral tersebut bersifat radioaktif dan untuk mendapatkannya harus melalui proses penggalian dalam tambang, maka uranium  seringkali dikenal juga sebagai bahan galian nuklir. Mineral uranium terdapat dalam kerak bumi pada hampir semua jenis batuan, terutama batuan asam seperti granit, dengan kadar 3-4 gram dalam satu ton batuan. Di alam dapat ditemukan lebih dari 100 jenis mineral uranium, antara lain yang terkenal adalah uraninite, pitchblende, coffinite, brannerite, carnatite dan tyuyamunite.
Kandungan uranium dalam mineral, besarnya cadangan dan sifat cadangan sangat menentukan nilai ekonomi mineral tersebut. Untuk selanjutnya perlu dibedakan antara mineral dan bijih. Mineral adalah senyawa alamiah dalam kerak bumi, sedang bijih merupakan mineral yang memberi nilai ekonomi apabila dieksploitasikan. Dahulu hanya bijih dengan kadar di atas 0,1 persen yang menarik perhatian. Namun karena permintaan uranium yang terus menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu, maka saat ini orang mengambil bijih dengan kadar uranium kurang lebih 0,03 persen.
Kadar uranium dalam batuan granit relatif paling tinggi bila dibandingkan dengan kadarnya di dalam batuan beku lainnya. Oleh sebab itu, batuan tersebut dapat dikatakan sebagai pembawa uranium. Batuan granit dengan volume 1 km3 dapat membentuk cebakan uranium sebanyak 2.500 ton. Pada umumnya uranium dalam batuan ini terdistribusi secara merata dan dapat dijumpai dalam bentuk mineral uranit maupun oksida komplek euksinit betafit. Uranit merupakan bahan di mana komponen utamanya dengan prosentase lebih dari 80 % berupa uranium, sedang euksinit betafit merupakan bahan dengan kandungan uraniumnya cukup besar (lebih dari 20 %) tetapi uranium tersebut bukan merupakan komponen utamanya.

Mineral uranium yang terdapat dalam batuan mudah dikenali karena sifat-sifat fisiknya yang khas, antara lain :

  • Uranium beserta anak luruhnya bersifat radioaktif sehingga mampu memancarkan radiasi pengion berupa sinar-a, -b dan -g. Oleh sebab itu keberadaannya dapat dipantau dengan alat ukur radiasi. Sifat ini dapat membedakan uranium dari batuan lainnya. Karena batuan lain tidak memancarkan radiasi, maka batuan tersebut tidak dapat diidentifikasi dengan alat ukur radiasi.
  • Oksida alam dari uranium mempunyai warna hijau kekuning-kuningan dan coklat tua yang mencolok sehingga mudah dikenali.Apabila disinari dengan cahaya ultra ungu, uranium akan mengeluarkan             cahaya fluoresensi yang sangat indah dan mudah dikenali

Ada tiga jenis isotop uranium alam yang diperoleh dari hasil penambangan, yaitu 235U dengan kadar 0,715 %, 238U dengan kadar 99,825 % dan 234U dengan kadar yang sangat kecil. Dari ketiga isotop uranium tersebut, hanya 235U yang dapat digunakan sebagai bahan bakar fisi.

Daur Bahan Bakar Nuklir

Ada beberapa tahapan yang harus dilalui untuk mendapatkan bahan bakar uranium dari mulai kegiatan penambangan sampai dengan proses pembakarannya di dalam teras reaktor nuklir hingga ke pengelolaan limbah radioaktif yang ditimbulkannya. Proses-proses pada masing-masing tahapan cukup komplek, rumit dan beberapa di antaranya memerlukan teknologi tinggi. Daur bahan bakar nuklir mencakup semua proses baik fisika maupun kimia yang dilalui oleh bahan galian nuklir agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar di reaktor nuklir. Berikut ini akan dibahas tahapan-tahapan proses dalam daur bahan bakar nuklir.

• Eksplorasi dan Penambangan Uranium
Eksplorasi bahan galian nuklir merupakan bagian awal dari daur bahan bakar yang sekaligus dapat digunakan untuk menginventarisasi sumber daya bahan galian nuklir. Kegiatan eksplorasi uranium pada umumnya dimulai dari penentuan suatu lokasi dimana pada lokasi tersebut diharapkan dapat ditemukan bahan galian nuklir. Metode eksplorasi yang dianut sampai sekarang adalah melalui penelitian konvensional, penelitian geologi, pengukuran tingkat radiasi dan geokimia. Metode tersebut digunakan karena cukup murah dengan hasil yang cukup bagus.
Cara penambangan uranium sangat mirip dengan cara penambangan bijih-bijih tambang lainnya, yaitu melalui penambangan terbuka dan penambangan bawah tanah. Dari kegiatan penambangan ini diperoleh bongkahan-bongkahan berupa batuan yang di dalamnya terdapat mineral-mineral uranium. Batuan tersebut selanjutnya dikirim ke unit pengolahan untuk menjalani proses lebih lanjut.

• Pengolahan Uranium
Kadar uranium dalam bijih umumnya sangat rendah, yaitu berkisar antara 0,1 – 0,3 % atau 1-3 kg uranium tiap ton bijih. Untuk mempermudah dan menekan biaya transportasi, maka uranium dalam bijih ini perlu diolah terlebih dahulu. Tujuan utama dari pengolahan adalah untuk pemekatan dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bahan lain yang ada dalam bijih sehingga dapat menyederhanakan proses transportasi ke tempat pemrosesan berikutnya.
Pengolahan bijih uranium dapat dilakukan dengan cara penggerusan, pelindihan maupun ekstraksi kimia dan pengendapan. Hasil akhir dari proses pengolahan uranium ini adalah diperolehnya endapan kering berwarna kuning yang disebut pekatan (konsentrat) yang  berkadar uranium sekitar 70 %. Karena berwarna kuning maka endapan ini disebut juga yellowcake. Dari 1000 ton bijih rata-rata dapat dihasilkan 1,5 ton yellowcake.

• Pemurnian Uranium
Proses pemurnian bertujuan untuk merubah yellowcake menjadi bahan dengan tingkat kemurnian yang tinggi sehingga berderajad nuklir dan bebas dari unsur-unsur pengotor lainnya. Senyawa kimia bahan bakar berderajad nuklir yang dihasilkan dapat berbeda bergantung proses pemurnian yang digunakan. Dari proses pemurnian akan diperoleh produk akhir berupa UO2, U3O8 atau U-logam yang siap untuk proses selanjutnya. Ketiga macam produk akhir proses pemurnian itu disesuaikan dengan kebutuhan calon pemakai bahan bakar nuklir.

lokasi reaktor nuklir

• Pengayaan
Pengayaan dimaksudkan untuk meningkatkan kadar 235U dalam bahan bakar nuklir hasil proses pemurnian. Perlu diketahui bahwa dalam uranium alam hasil penambangan terdapat tiga jenis isotop uranium, yaitu 238U dengan kadar 99,285 %, 235U dengan kadar 0,715 % dan 234U dengan kadar yang sangat kecil. Dalam reaktor nuklir yang dapat berperan sebagai bahan bakar hanyalah 235U, sedang 238U dan 234U tidak dapat dijadikan bahan bakar karena tidak dapat melakukan reaksi fisi. Dengan proses pengayaan maka kadar 235U menjadi tinggi sehingga bahan bakar dapat dipakai dalam waktu lama. Proses

pengayaan ini akan meningkatkan kadar 235U dalam bahan bakar menjadi 2-4 % seperti lazimnya dibutuhkan oleh suatu reaktor nuklir. Proses pengayaan tidak selalu dilewati oleh bahan bakar, karena ada jenis reaktor nuklir yang dapat memanfaatkan uranium alam.

• Pabrikasi
Proses pabrikasi bertujuan untuk menyiapkan bahan bakar nuklir dalam bentuk fisik yang sesuai dengan jenis yang dibutuhkan oleh reaktor nuklir calon pemakai bahan bakar tersebut. Ada bermacam-macam bentuk bahan bakar bergantung pada jenis rancang bangun reaktor. Perbedaan tersebut umumnya terletak pada bentuk dan ukuran bahan bakar yang digunakannya. Dalam proses pabrikasi, sebagian besarnya merupakan proses fisis mekanis ditambah sedikit proses kimia.
Ada berbagai macam bentuk elemen bakar bergantung pada rancang bangun yang dikaitkan dengan kinerja reaktor pemakainya. Misal ada jenis reaktor yang memakai bahan bakar diperkaya dengan pengayaan 2-3 % berbentuk UO2 yang diproses menjadi pelet dengan diameter ± 10 mm. Pelet kemudian dimasukkan ke dalam tabung kelongsong paduan zirkonium dengan panjang 4-5 m.

• Pembakaran dalam Reaktor
Di dalam teras reaktor, bahan bakar nuklir 235U dibakar untuk mendapatkan panas yang dapat dimanfaatkan. Pembakaran merupakan satu-satunya proses produktif dalam daur bahan bakar nuklir. Tempat dan lamanya 235U dibakar di dalam teras diatur melalui program pengelolaan bahan bakar sehingga dapat dicapai tingkat pembakaran yang optimum. Umumnya bahan bakar rata-rata berada dalam teras reaktor selama 3-4 tahun.
Dalam proses pembakaran ini dikenal adanya istilah derajad bakar (burn-up) yang dipakai untuk menyatakan jumlah bahan bakar yang terbakar/melakukan reaksi fisi. Derajad bakar dapat dinyatakan dalam beberapa cara, yang paling populer adalah dengan satuan MWd/tonU (jumlah energi yang telah dihasilkan dalam Mega Watt-hari/MWd  dari tiap ton uranium /tonU). Makin tinggi derajad bakar, makin murah biaya pembangkitan energi nuklir, mengurangi frekwensi penggantian bahan bakar, mengurangi biaya pabrikasi dan lebih sedikit bahan bakar bekas sehingga menghemat biaya penyimpanan bahan bakar bekas. Dewasa ini derajad bakar tertinggi yang dapat dicapai adalah 40.000-60.000 MWd/tonU untuk bahan bakar diperkaya, dan paling rendah adalah 10.000-15.000 MWd/tonU untuk bahan bakar uranium alam.

• Penyimpanan Sementara atau Pendinginan
Setelah bahan bakar nuklir 235U dimanfaatkan dalam reaktor nuklir dan mencapai derajad bakar tertentu, elemen bakar nuklir akan menjadi sangat radioaktif karena mengandung unsur-unsur radioaktif beraktivitas sangat tinggi hasil proses fisi 235U. Oleh sebab itu, bahan bakar bekas tersebut perlu disimpan sementara agar unsur-unsur hasil fisi yang radioaktif itu melakukan peluruhan sehingga radiasi yang dipancarkannya menjadi rendah. Penyimpanan sementara ini disebut juga sebagai proses pendinginan.

Laju peluruhan zat radioaktif bergantung pada jenis zat radioaktifnya. Setiap zat radioaktif memiliki waktu paro (T1/2), yaitu waktu yang diperlukan oleh zat radioaktif untuk meluruh sehingga jumlahnya tinggal setengah dari jumlah semula. Waktu paro zat radioaktif bervariasi dari orde beberapa detik hingga  tahun.
Bahan bakar begitu dikeluarkan dari teras reaktor mengalami pendinginan dalam kolam penampung bahan bakar bekas. Kolam ini umumnya terintegrasi dalam gedung reaktor. Lama pendinginan bisa beberapa bulan hingga beberapa tahun bergantung pada kapasitas tampung kolam pendingin. Ada dua proses yang dapat dilakukan terhadap bahan bakar bekas setelah mengalami proses pendinginan, yaitu :

  • Mengirimkan bahan bakar bekas tersebut ke instalasi pengolahan limbah nuklir untuk menjalani proses lebih lanjut. Jika hal ini yang tempuh, maka daur bahan bakarnya disebut sebagai daur terbuka.
  • Mengirimkan bahan bakar bekas ke instalasi olah ulang untuk pemrosesan lebih lanjut. Jika hal ini yang ditempuh, maka daur bahan bakarnya disebut daur tertutup.

• Proses Olah Ulang
Proses olah ulang bahan bakar bekas bertujuan untuk mengambil sisa bahan bakar fisi yang belum terbakar dan bahan bakar baru yang terbentuk selama proses pembakaran bahan bakar nuklir. Jadi dalam hal ini bahan bakar bekas itu masih sangat berharga. Perlu diketahui bahwa proses pembakaran 235U di dalam teras reaktor tidak dapat membakar habis bahan bakar tersebut. Dari 100 kg bahan bakar nuklir yang semula berkomposisi 3 kg 235U dan 97 kg 238U, setelah proses pembakaran dalam teras reaktor selama tiga tahun, komposisinya akan berubah menjadi :

  • 2 kg 235U terbakar/melakukan reaksi fisi sehingga tersisa 1 kg 235U.
  • 2 kg 238U berubah menjadi 239Pu sehingga tersisa 238U sebanyak 95 kg.
  • Dari 2 kg 239Pu yang terbentuk, 1 kg terbakar langsung dalam teras reaktor sehingga tersisa 1 kg 239Pu.
  • Karena ada 2 kg 235U dan 1 kg 239Pu yang terbakar, maka dari pembakaran itu dihasilkan 3 kg unsur-unsur radioaktif hasil fisi.

Setelah dipakai sebagai bahan bakar di reaktor nuklir, sebagian besar 235U masih tersisa di dalam bahan bakar bekas. Pada suatu saat nanti, 235U sebagai satu-satunya bahan bakar nuklir yang ada di alam ini akan habis dikonsumsi. Oleh sebab itu, proses olah ulang bahan bakar bekas dapat menghemat penggunaan bahan bakar nuklir apabila dilakukan pada saat yang tepat. Sisa dari bahan bakar 235U dan bahan bakar baru 239Pu yang terbentuk dalam bahan bakar bekas dapat diambil kembali melalui proses olah ulang dan untuk selanjutnya dapat dijadikan bahan bakar baru. Dalam proses olah ulang ini 235U yang terambil dikirim ke instalasi pengayaan, sedang 239Pu langsung dikirim ke instalasi pabrikasi.

• Penyimpanan  Lestari
Limbah nuklir merupakan hasil samping dari kegiatan manusia dalam pemanfaatan teknologi nuklir. Secara ilmiah, istilah limbah nuklir dikaitkan dengan segenap bahan yang tidak dapat digunakan lagi (didaur ulang) yang karena tingkat radioaktivitasnya bahan tersebut tidak mungkin dilepas atau dibuang langsung ke lingkungan. Baik bahan bakar bekas yang tidak mengalami proses olah ulang maupun unsur-unsur radioaktif sisa proses olah ulang akan diperlakukan sebagai limbah radioaktif. Karena sifatnya yang mampu memancarkan radiasi dan dapat berakibat buruk bagi kesehatan manusia, maka semua bentuk limbah radioaktif tersebut harus dipadatkan dan dibuang secara lestari. Pembuangan lestari suatu limbah radioaktif secara aman merupakan tujuan akhir dari pengelolaan limbah radioaktif.

Pemadatan limbah nuklir dimaksudkan agar limbah tersebut terikat dalam suatu matrik padat yang sangat kuat. Matrik dirancang mampu bertahan hingga zat radioaktif yang diikatnya meluruh mencapai kondisi dimana kemampuannya memancarkan radiasi menjadi sangat lemah dan tidak membahayakan. Dengan pemadatan ini maka zat radioaktif tidak akan terlepas ke lingkungan dalam kondisi apapun selama disimpan. Proses pemadatannya bisa dilakukan dengan semen (sementasi), aspal (bitumenisasi), polimer (polimerisasi) maupun bahan gelas (vitrivikasi). Padatan limbah nuklir selanjutnya dimasukkan ke dalam kontainer yang dibuat dari baja tahan karat.

Jenis-Jenis Daur Bahan Bakar Nuklir

Ada tiga macam daur bahan bakar nuklir yang selama ini diterapkan oleh negara-negara yang telah memanfaatkan energi nuklir, yaitu :

  • Daur terbuka uranium alam. Daur ini dimulai dari eksplorasi, penambangan, pengolahan, pemurnian langsung pabrikasi tanpa pengayaan terlebih dahulu. Setelah pemakaian dalam teras reaktor, bahan bakar bekas mengalami penyimpanan sementara, tanpa mengalami proses olah ulang langsung disimpan secara lestari.
  • Daur Terbuka Uranium diperkaya. Daur ini hampir sama dengan daur terbuka uranium alam. Bedanya setelah pemurnian akan mengalami pengayaan terlebih dahulu sebelum pabrikasi. Bahan bakar bekasnya juga langsung disimpan secara lestari tanpa mengalami proses olah ulang. Apabila digunakan uranium alam, ongkos bahan bakarnya cukup tinggi karena proses pabrikasi yang lebih sering, dan jumlah bahan bakar bekas yang harus disimpan menjadi banyak. Proses pengayaan diperlukan untuk menghindari beberapa keterbatasan bahan bakar uranium alam. Dengan proses pengayaan akan diperoleh derajad bakar yang lebih tinggi.
  • Daur tertutup uranium diperkaya. Daur ini hampir sama dengan daur terbuka uranium diperkaya. Bedanya dalam daur tertutup ini bahan bakar bekas pakai dari reaktor setelah proses penyimpanan sementara akan mengalami proses olah ulang. Proses ini dimaksudkan untuk mengambil kembali sisa bahan bakar yang belum terbakar dan bahan bakar baru yang terbentuk.

Tahapan-tahapan proses dari eksplorasi, penambangan, pengolahan, pemurnian, pengayaan dan pabrikasi merupakan proses yang dilakukan sebelum bahan bakar nuklir dipakai di reaktor. Proses-proses tersebut dikenal sebagai kegiatan ujung depan. Sedang proses-proses penanganan bahan bakar nuklir bekas pakai disebut kegiatan ujung belakang. Kegiatan ini meliputi penyimpanan sementara, proses olah ulang dan penyimpanan lestasi limbah radioaktif.

Ada dua kelompok komunitas nuklir yang berbeda cara pandangnya dalam menangani ujung belakang daur bahan bakar nuklir. Kelompok negara-negara seperti Cina, Perancis, Jerman, Jepang, Inggris dan Rusia bertekad untuk melakukan olah ulang bahan bakar bekas dari penggunaan reaktor yang dimilikinya. Kelompok negara-negara ini di samping melihat segi ekonomi sebagai faktor utama untuk melakukan olah ulang bahan bakar bekasnya, mereka juga beranggapan bahwa pemisahan limbah radioaktif beraktivitas tinggi dari bahan bakar bekas mempunyai keunggulan dalam penyimpanan lestari limbah radioaktif.
Kelompok negara lain seperti Kanada, Spanyol, Swedia dan Amerika Serikat menempuh jalur lain dalam penanganan ujung belakang daur bahan bakar nuklir. Negara-negara ini menempuh jalan berupa penyimpanan jangka panjang bahan bakar bekasnya sebagai suatu langkah yang perlu dilakukan sebelum penyimpanan lestari limbah radioaktif yang dimilikinya. Hal ini ditempuh karena mereka beranggapan bahwa pada suatu saat nanti akan dapat dilakukan pemanfaatan kembali 235U dan 239Pu yang terdapat di dalam bahan bakar bekas.

source

http://www.elektroindonesia.com/elektro/ener33.html

http://nuclearactive.com/

Kevlar : Body Armor

Rompi anti-peluru adalah pakaian pelindung untuk meminimalkan cidera karena terkena peluru. Biasanya dipakai oleh personil militer dan polisi dalam tugas-tugas tertentu. Bahan untuk rompi anti-peluru diantaranya logam (baja atau titanium), keramik atau jenis polimer yang dapat memberikan perlindungan ekstra terhadap bagian-bagian vital pemakainya.

Rompi ini melindungi pemakainya dengan cara menahan laju peluru. Peluru dihentikan sebelum berpenetrasi ke dalam tubuh. Ketika rompi menahan penetrasi peluru, dorongan dari peluru direduksi dengan menyebarkan momentumnya ke seluruh tubuh. Pemakai tetap akan merasakan energi kinetik dari peluru, hal ini dapat menyebabkan luka memar, bengkak atau luka dalam yang cukup serius.

Salah satu polimer yang dikembangkan sebagai bahan rompi anti-peluru modern adalah kevlar. Kevlar dikenal juga sebagai twaron dan poli-parafenilen tereftalamida, yaitu suatu serat sintetik yang kekuatannya lima kali kekuatan tembaga, dengan berat yang sama. Kevlar sangat tahan terhadap panas dan terdekomposisi di atas 400 oC tanpa meleleh. Kevlar ditemukan oleh perusahaan DuPont pada awal 1960-an, hasil kerja dari Stephanie Kwolek. Kevlar merupakan merk dagang yang terdaftar oleh E.I. de Pont de Nemours and Company.

Sifat-sifat

Kevlar adalah salah satu tipe aramida, yang terdiri dari rantai panjang polimer dengan orientasi paralel. Aramida sendiri merupakan suatu serat sintetik yang berupa rantai panjang poliamida sintetik dengan paling sedikit 85 persen sambungan amidanya menempel secara langsung pada dua rantai aromatik (gugus amida dan gugus aromatik berselang-seling). Kekuatan kevlar diperoleh dari ikatan hidrogen intra-molekuler dan interaksi tumpukan aromatik-aromatik antar lembaran. Interaksi-interaksi ini lebih kuat daripada interaksi Van der Waals yang terdapat dalam polimer-polimer sintetik lain dan serat-serat seperti dyneema (serat yang terbuat dari rantai polietilena yang sangat panjang, yang tersusun searah). Keberadaan garam-garam dan impuritis lain, biasanya kalsium, dapat mengganggu interaksi pada lembaran polimer dan harus dihilangkan dalam proses produksi. Kevlar terdiri dari molekul-molekul yang relatif rigid, yang membentuk struktur seperti lembaran-lembaran datar pada protein sutra.

Dari sifat-sifat tersebut diperoleh serat dengan kekuatan mekanik yang tinggi dan tahan terhadap panas.

Kevlar mempunyai gugus-gugus bebas yang dapat membentuk ikatan hidrogen pada bagian luarnya, sehingga dapat mengabsorp air dan mempunyai sifat ‘basah’ yang baik. Hal ini juga menjadikannya terasa lebih alami dan ‘lengket’ dibandingkan dengan polimer pada umumnya, seperti polietilen.

Kelemahan utama dari kevlar adalah dapat terdekomposisi pada kondisi basa atau ketika terpapar klorin. Meskipun dapat mendukung tensile stress yang besar, kevlar tidak cukup kuat di bawah tekanan kompresif. Untuk mengatasi masalah ini, kevlar sering digunakan secara bersama dengan bahan yang kuat terhadap tekanan kompresif.

Kevlar disintesis dari monomer 1, 4-fenildiamin (para-fenilendiamin) dan tereftaloil klorida. Hasilnya adalah polimer aromatik amida (aramida) dengan cincin benzena dan gugus amida yang berselang-seling. Dengan langkah produksi ini, diperoleh lembaran polimer yang tergabung secara acak. Untuk membuat kevlar, bahan-bahan dilarutkan dan diaduk, menghasilkan rantai polimer yang berorientasi membentuk serat.

Kevlar berharga mahal karena sulitnya pemakaian asam sulfat pekat dalam produksinya. Kondisi yang ekstrim ini dibutuhkan untuk menjaga ketaklarutan polimer yang tinggi dalam larutan selama sintesis dan pengadukan.

Bahan anti-peluru lain yang dikembangkan setelah kevlar diantaranya DSM’s Dyneema, Akzo’s Twaron, Toyobo’s Zylon (yang kontroversial, studi terbaru melaporkan, bahan ini terdegradasi dengan cepat sehingga pemakainya tidak terlindungi seperti yang diharapkan), atau Honeywell’s GoldFlex – semuanya merupakan merk dagang. Bahan-bahan yang baru ini lebih ringan, tipis, dan lebih tahan dibanding kevlar, namun harganya lebih mahal.

source :

http://en.wikipedia.org/wiki/Kevlar

http://www.olimpiade.org/Forum/viewforum.php?f=79

Menjadikan ikan berfluoresensi sebagai pendeteksi merkuri

lmuwan di Korea Selatan telah mengembangkan sebuah penyelidik (probe) baru untuk logam merkuri yang bisa digunakan untuk pencitraan organ-organ makhluk hidup.
Merkuri merupakan salah satu polutan yang sangat toksik dan umum ditemui. Tetapi meskipun beberapa penyelidik fluoresensi telah ada untuk logam merkuri namun kebanyakan hanya mendeteksi bentuk anorganik dari logam ini; ada beberapa laporan tentang penyelidik untuk spesies merkuri organik seperti metilmerkuri. Meskipun demikian, unsur ini umum ditemukan dalam bentuk organik, yang lebih toksik dibanding merkuri anorganik karena lipofilisitasnya memungkinkan mereka melintasi membran-membran biologis. Konsekuensinya, cara-cara baru untuk mendeteksi spesies-spesies merkuri ini, khususnya pada organisme, sangat penting.

Sekarang, Kyo Han Ahn dari Pohang University of Science and Technology, Injae Shin dari Yonsei University dan rekan-rekannya telah memenuhi permintaan ini. Mereka telah mengembangkan penyelidik sederhana yang bereaksi baik dengan merkuri organik maupun anorganik menghasilkan sebuah produk fluoresen. Mereka telah menggunakan penyelidik (probe) ini untuk memantau spesies merkuri pada sel-sel mamalia dan organ-organ ikan zebra yang diinkubasi dengan merkuri organik.

Penyelidik (probe) yang dikembangkan Ahn dan Shin bereaksi dengan merkuri untuk melepaskan suatu senyawa fluroesen

Meskipun penyelidik-penyelidik  sebelumnya untuk merkuri anorganik menggunakan ligan-ligan yang berbasis sulfur, pendekatan Ahn dan Shin memanfaatkan kimia yang berbeda, seperti dijelaskan oleh Amirla de Silva, seorang ahli di bidang sensor fluoresen di Queen’s University, Belfast, Inggris. “Ahn dan rekan-rekannya terinspirasi dari bidang reaksi oksimerkuri. Ini merupakan sebuah kemajuan konseptual yang menarik.” De Silva menambahkan bahwa karena reaksi antara penyelidik (probe) dan merkuri berlangsung ireversibel, maka penyelidik tersebut pada dasarnya adalah sebuah kemodosimeter – atau reagen – bukan sebuah sensor. “Meskipun demikian, sebuah kemodesimeter untuk metilmerkuri merupakan sebuah tahapan penting dalam memungkinkan pemantauan racun yang berbahaya ini.”
Ahn sepakat dan mengatakan penyelidik tersebut dapat menjadi bagian penelitian keracunan merkuri. “Sekarang kita sudah memiliki penyelidik molekuler yang bisa digunakan untuk meneliti dan menelusuri metilmerkuri toksik pada spesies hidup. Dengan menggunakan penyelidik ini, kita bisa meneliti distribusi dan perjalanan metilmerkuri dalam organisme,” paparnya.
Tahapan selanjutnya adalah membuat penyelidik yang lebih sensitif. “Salah satu isu yang paling menantang dalam pendeteksian merkuri adalah bagaimana membedakan merkuri anorganik dari metilmerkuri,” kata Ahn. “Kami belum sampai pada penyelidik seperti itu tetapi kami sedang berupaya keras untuk menemukannya suatu hari nanti.

source:

http://chemistry.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=134&Itemid=167

http://rsc.org/Publishing/Journals/cb/Volume/2009/5/Mercury_detection.asp

Sel Bahan Bakar,energi alternatif di masa depan

Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman, Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1838, sel bahan bakar telah berkembang dan menjadi salah satu sumber energi alternatif. Para ahli kimia dari General Electric mengembangkan sel bahan bakar sebagai pembangkit listrik yang dimulai pada tahun 1955. Pada tahun 1958, sel bahan bakar untuk pembangkit listrik secara komersial dikembangkan pertama kalinya. Pengembangan terus berlanjut hingga pada tahun 2009 ini diprediksikan akan dapat menghasilkan keluaran listrik hingga 400 KW.

Sel bahan bakar adalah alat yang menghasilkan energi listrik secara elektrokimia. Seperti halnya sel elektrokimia, sel bahan bakar memiliki anoda dan katoda. Pada anoda terdapat bahan bakar gas hidrogen. Sedangkan pada katoda terdapat gas oksigen yang digunakan sebagai oksidator. Hidrogen yang berasal dari anoda diubah menjadi ion hidrogen dan elektron. Pada katoda, oksigen direduksi dengan adanya elektron. Perbedaan potensial yang terjadi pada anoda dan katoda inilah yang  menghasilkan arus listrik.

Sel bahan bakar telah menjadi salah satu fokus penelitian di negara- negara industri dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Dengan meningkatnya isu pemanasan global oleh gas rumah kaca, sel bahan bakar menawarkan energi ramah lingkungan yang tidak mengemisi gas CO2 sebagai penyumbang utama efek rumah kaca. Efesiensi sel bahan bakar secara teoritis dapat mencapai 100% adalah salah satu kelebihan yang tidak dapat dimiliki oleh pembangkit listrik dengan bahan bakar gas, minyak bumi dan batu bara yang menggunakan prinsip mesin Carnot. Dan yang paling terpenting adalah sumber bahan bakar yang melimpah, yaitu hidrogen. Dengan luas lautan mencapai dua pertiga permukaan bumi, air adalah salah satu sumber hidrogen yang tak terbatas.

Superioritas dari sel bahan bakar juga harus dibayar mahal dengan perlunya penelitian intensif guna mencapai pembangkit listrik yang murah, ramah lingkungan dan dapat diperbaharui. Pada tahun 2005, Amerika Serikat menganggarkan US$3,7 milliar untuk riset dan pengembangan sel bahan bakar dan hidrogen. Sel bahan bakar ini memerlukan material elektrokatalis sebagai anoda dan katoda yang dapat mengkatalisa reaksi oksidasi hidrogen dan reduksi oksigen. Saat ini, elektrokatalis yang superior adalah platina, logam yang sangat mahal dan langka jumlahnya sehingga banyak penelitian ditujukan untuk mencari material lain selain logam platina. Sumber hidrogen yang berasal dari air juga merupakan masalah yang saat ini dihadapi. Mahalnya proses elektrokatalisa air untuk mendapatkan hidrogen juga merupakan kendala pemasaran sel bahan bakar saat ini, sehingga belum dapat bersaing dengan bahan bakar minyak bumi.

Berkurangnya sumber daya minyak bumi dan tuntutan untuk mengurangi gas rumah kaca menjadikan sel bahan bakar ini suatu solusi guna mencegah krisis energi dan lingkungan. Dengan berkembangnya hasil penelitian, harga energi sel bahan bakar ini akan bisa ditekan dan akan menjadi salah satu sumber energi alternatif utama dimasa yang akan datang.

source :

http://chemistry.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=122&Itemid=138

‘EKOSEMEN’ Semen dari bahan Sampah

Ekosemen

Terminologi ekosemen dibentuk dari kata “ekologi” dan “semen”. Diawali penelitian di tahun 1992, para peneliti Jepang telah mempelajari kemungkinan memprosesan abu hasil pembakaran sampah dan endapan air kotor untuk dijadikan bahan pembuat semen. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa abu hasil pembakaran sampah mengandung unsur yg sama dengan bahan dasar semen pada umumnya. Pada tahun 1993, proyek itu dibiayai oleh Kementrian Perdangan Internasional dan Industri Jepang. Tahun 2001, pabrik pertama di dunia yang mengubah sampah menjadi semen resmi beroperasi di Chiba. Pabrik tersebut mampu memproduksi ekosemen sebanyak 110,000 ton/tahunnya. Sampah yang diubah menjadi abu yang kemudian diolah menjadi semen mencapai 62,000 ton/tahun sedangkan endapan air kotor dan residu abu industri yang diolah mencapai 28,000 ton/tahun.

Penggunaan Abu Insinerasi untuk semen

Penduduk Jepang membuang sampah, baik organik maupun anorganik, dengan jumlah sekitar 50 juta ton/tahun. Dari 50 ton/tahun tersebut, sampah yang dibakar (proses incineration) menjadi abu (incineration ash) ialah sekitar 37 ton/tahun. Sedangkan abu yang dihasilkan mencapai 6 ton per tahunnya. Abu inilah yang kemudian dijadikan sebagai bahan pembuat ekosemen. Abu dan endapan air kotor mengandung senyawa-senyawa yang diperlukan dalam pembentukan semen konvensional, yaitu senyawa-senyawa oksida seperti CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Karena itu, abu insinerasi dapat difungsikan sebagai pengganti tanah liat yang digunakan pada pembuatan semen konvensional .

Komposisi senyawa pada abu insinerasi dan semen konvensional (ppm)

CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 SO3 Cl
Semen konvensional 62-65 20-25 3-5 3-4 2-3 50-100
Abu insenerasi 12-31 23-46 13-29 4-7 1-4 150000

Kebutuhan kandungan CaO yang masih belum terpenuhi pada abu insinerasi dapat dicukupi dengan penambahan batu kapur. Dalam pembuatan ekosemen, klorin dan logam berat yang terkandung pada abu insinerasi diekstrak menjadi artificial ore (Cu, Pb, dan lainnya) yang kemudian di-recyle untuk digunakan kembali.

Proses Pembuatan Ekosemen

Secara umum, produksi semen konvensional (Portland) meliputi pengeringan, penghancuran, dan pencampuran batu kapur, tanah liat, quartzite, serta bahan baku lainnya dan kemudian dibakar pada rotary klin. Prinsip produksi ekosemen pada dasarnya sama dengan prinsip pembuatan semen konvensional. Adapun perbedaannya terletak pada proses pembakaran dan pengolahan limbah.

  1. Persiapan
    Bahan baku (abu insenerasi, endapan air kotor rumah tangga, dan residu abu industri) diproses terlebih dahulu melalui pengeringan, penghancuran, dan pemisahan logam yang masih terkandung pada bahan baku.
  2. Penghancuran
    Setelah dikeringkan, bahan baku tersebut kemudian dihancurkan pada raw grinder atau drying mill bersamaan dengan batu kapur.
  3. Pencampuran
    Setelah dikeringkan dan dihancurkan, umpan dimasukkan ke dalam homogenizing tankbersamaan dengan fly ash (abu yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga batu bara) danblast furnace slag (limbah yang dihasilkan industri besi). Penempatan dua homoginezing tank yang diilustrasikan dalam diagram dimaksudkan untuk mencampuran semua secara merata sehingga dapat menghasilkan komposisi yang diinginkan.
  4. Pembakaran
    Berbeda dengan produksi semen konvensional dimana bahan baku dibakar pada suhu 900oC, pada proses pembuatan ekosemen, bahan baku dimasukkan ke dalam rotary klin dan dibakar pada suhu diatas 1350oC. Dalam rotary kiln, dioksin dan senyawa berbahaya lainnya yang terkandung pada abu insenerasi akan terurai menjadi air dan gas klor sehingga aman bagi lingkungan. Gas yang keluar dari rotary klin kemudian didinginkan secara cepat hingga suhu 200oC untuk mencegah kembali terbentuknya dioksin. Pada proses ini, logam berat yang masih terkandung dipisahkan dan dikumpulkan ke dalam bag filter sebagai debu yang masih mengandung klor. Debu ini kemudian dialirkan ke heavy metal recovery process. Klor yang masih tersisa akan dihilangkan dan menghasilkan sebuah articial ore seperti tembaga dan timbal yang kemurniannya mencapai 35% atau lebih. Proses pembakaran akan menghasilkan clinker (intermediate stage pada industri semen) yang kemudian dikirim ke clinker tank.
  5. Penghancuran Produk
    Campuran gypsum dan clinker dihancurkan dalam finish mill dan kemudian akan dihasilkan ekosemen.

Flowchart pembuatan ekosemen

Kendala

Salah satu kendala utama pengembangan ekosemen adalah proses produksinya yang relatif mahal apabila dibandingkan dengan produksi semen konvensional. Hal ini disebabkan oleh proses pemisahan klor pada produksi ekosemen yang memakan banyak biaya. Keberadaan klor sendiri diakibatkan karena adanya plastik vinil yang ikut tercampur pada sampah organik. Pada pembuatan abu insenarasi, plastik vinil akan ikut terurai menjadi klor. Klor akan menurunkan kekuatan konkrit ekosemen apabila tidak dipisahkan. Hal tersebut membuat pemisahan plastik dari sampah organik secara seksama menjadi kunci utama pada produksi ekosemen.

Kualitas Ekosemen

Hingga saat ini, terdapat dua macam tipe ekosemen (berdasarkan penambahan alkali dan kandungan klor) yaitu tipe biasa dan tipe rapid hardening. Ekosemen tipe biasa mempunyai kualitas sama baiknya dengan semen Portland biasa. Tipe ekosemen ini digunakan sebagai ready mixed concrete sedangkan ekosemen tipe fast hardening memiliki kekuatan konkrit serta pengerasan yang lebih cepat dibanding semen Portland tipe high-early strength (lihat Fig 2). Ekosemen tipe fast hardening digunakan pada blok arsitektur, bahan genteng, pemecah ombak, dan lain sebagainya. Ekosemen tipe fast hardening telah melewati standardisasi JIS (Japanese Industrial Standard).

Perbandingan kekuatan ekosemen dibandikan dengan semen Portland

Manfaat Ekosemen

Pengolahan sampah menjadi semen akan menambah metode alternatif pengolahan sampah yang lebih bernilai ekonomis dan biaya pengolahan sampah akan menjadi lebih murah. Sebagai contohnya, di Jepang, biaya pengolahan sampah konvensional sebelum keberadaan teknologi ekosemen ialah sebesar 40,000 yen/ton dan sekarang turun menjadi 39,000 yen/ton.

Selain itu, teknologi ekosemen sangat ramah lingkungan. Pada proses produksi ekosemen, sebagian CaO yang dibutuhkan dapat diperoleh dari abu insenerasi sehingga mengurangi penggunaan batu kapur (CaCO2) yang selama ini merupakan sumber emisi gas CO2 pada industri semen. Atas keberhasilan dalam mengurangi emisi CO2 ini, teknologi ekosemen mendapat penghargaan dari menteri lingkungan Jepang atas peranannya dalam mencegah pemanasan global.

source ;

http://majarimagazine.com/2008/02/produksi-semen-dari-sampah/

Fluoride, Menyehatkan atau malah Meracuni?

mineral flouride

Seperti kita ketahui, bahan fluoride adalah salah komponen utama yang ada dalam ramuan pasta gigi yang minimalnya satu hari sekali kita pakai. Dari seluruh produk pasta gigi yang dipasarkan di Indonesia, seluruhnya memasukkan fluoride sebagai bahan utamanya. Hal ini disebabkan alasan medis bahwa zat ini mampu menguatkan lapisan email gigi.

Tapi apakah kita tahu tentang fakta penting dari zat yang disebut fluoride ini?

Apakah kita cukup memperoleh informasi mengenai zat ini?

Benarkah fluoride aman digunakan?

Di banyak negara maju, fluoride sudah banyak diprotes dan dipertanyakan keamanannya bagi kesehatan. Bahkan di beberapa negara di wilayah Eropa penggunaan fluoride dalam produk konsumsi fisik seperti pasta gigi dan penjernih air minum sudah dilarang.

Berdasarkan definisi yang didapatkan dalam Wikipediafluoride adalah:

Fluoride adalah komponen ion dari kimia fluorine. Dimana fluoride bersifat organik dan anorganik yang mengandung elemen fluorine. Seperti halnya halogen, fluorine adalah ion monovalen (-1 charge). Zat fluoride dapat bersenyawa dengan elemen atau radikal lainnya seperti hydrofluoric acid(HF), sodium fluoride (NaF), calcium fluoride(CaF2) dan uranium hexafluoride (UF6).

Bayangkan, dari informasi di atas saja kita sudah dapat mengetahui bahwa fluoride merupakan salah campuran bahan pembuat bom atom! Benar sekali senyawa UF6 adalah bahan dari bom nuklir, wooww….

97% negara-negara di Eropa Barat melarang penggunaanfluoride dalam air. Negara-negara tersebut adalah: Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Islandia, Italia, Luxembourg, Belanda, Irlandia Utara, Norwegia, Scotlandia, Swedia, dan Swiss.

Pemerintah di negara-negara tersebut memberikan kebebasan kepada warga negaranya untuk memilih menggunakan atau menolak pemakaian fluoride untuk kepentingan/penggunaan pribadinya.

Penelitian mengenai fluoride  mulai dikembangkan pada tahun 1680 oleh ilmuwan berkebangsaan Perancis bernama Papin. Sedangkan pengembangan intensif mengenai pemanfaatan  fluoride bagi perawatan   tulang dan gigi dilakukan pada tahun 1892 di Inggris oleh Sir James Crichton-Browne.

Berdasarkan informasi dari The American Dental Hygienist’s Association, terdapat fakta-fakta penting sebagai berikut:

  1. Fluorine dimana fluoride sebagai salah satu derivatifnya adalah elemen terbanyak ke-13 yang sering dijumpai di lingkungan alami kita baik di dalam air maupun udara.
  2. Fluoride secara alami terdapat di dalam setiap kandungan air. Untuk mencapai standar yang direkomendasikan bagi kesehatan gigi yang optimal, diperlukan tambahan fluoride pada air minum kita sebanyak 1 ppm (parts per million; 1 ppm = 1mg/liter = 1 inch dalam 16 mil).
  3. Proses fluoridisasi pada air minum adalah efektif, aman dan murah untuk pencegahan penyakit gigi dan memberikan banyak manfaat bagi warga Amerika Serikat di segala tingkatan usia maupun status ekonomi.
  4. Bukti dari penelitian ilmiah mendukung penggunaan fluoridasi pada air minum serta produk perawatan gigi dalam pencegahan kerusakan gigi bagi anak-anak dan dewasa.

Dalam Jurnal Morbidity and Mortality Weekly Report yang diterbitkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Departemen Kesehatan Amerika Serikat (Centers for Disease Control and Prevention) diberikan rekomendasi oleh banyak ahli kesehatan di Amerika Serikat dan Kanada untuk menggunakanfluoride.

Dalam jurnal yang diterbitkan oleh British Dental Health Foundation diberikan pula informasi yang mendukung pemanfaatan fluoride bagi pencegahan dan pengobatan penyakit gigi.

Sedangkan berdasarkan informasi dari American Dental Association, pemanfaatan/aplikasi fluoride pada perawatan gigi disarankan untuk dilakukan oleh profesional yang kompeten.

Ironisnya, seluruh penyuluhan dan informasi yang diberikan oleh badan-badan pemerintah tersebut, terutama di Amerika Serikat, banyak memperoleh perlawanan dari organisasi-organisasi swadaya masyarakat di berbagai negara.

Bahkan FAN (Fluoride Action Network) dalam situs webnya memberikan informasi-informasi hasil investigasi dari berbagai pihak atas bahaya penggunaan fluoride bagi konsumsi manusia.

Sedangkan yang menarik adalah ulasan yang ditulis oleh Paul Connett, PhD seorang Professor bidang Kimia dari St. Lawrence University yang membahas topik berjudul 50 Alasan Menolak Fluoridasi (50 Reasons to Oppose Fluoridation).

Rangkuman dari tulisan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Fluoride bukanlah zat gizi (nutrisi) penting (esensial) bagi tubuh kita menurut NRC 1993 and IOM 1997. Tidak ada satupun penyakit yang terkait dengan kekurangan zat fluoridedan secara faktual manusia tidakharus menkonsumsi fluoride supaya memiliki gigi yang bagus.
  2. Menurut laporan yang ditulis olehMaupome 2001; Kunzel dan Fischer,1997,2000; Kunzel 2000 dan Seppa 2000 di Jerman Timur, Kuba, Finlandia dan Kanada setelahpenghentian pemakaian fluoride pada air terjadi penurunan penyakit pada gigi.
  3. Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Departemen Kesehatan Amerika Serikat pada tahun 1999 dan 2001, keuntungan/manfaat dari fluoride pada gigi adalah lebih bersifat TOPICAL bukan SYSTEMIC. Ini berarti manfaat dari fluoride lebih pada kasus-kasus tertentu saja. Padahal resiko yang ditimbulkannya lebih bersifat tahan lama.
  4. Dari hasil lima penelitian di China menemukan penurunan tingkat IQ pada anak-anak yang mengkonsumsi fluoride (Lin Fa-Fu 1991; Li 1995; Zhao 1996; Lu 2000; and Xiang 2003a, b).
  5. Salah satu pemenang hadiah Nobel tahun 2000 di bidang Pengobatan dan Psikologi, Dr. Arvid Carlsson (2000) adalah orang yang memimpin penolakan penggunaan fluoride di Swedia yang menjadi bagian dari panel yang menekan Pemerintah Swedia sejak tahun 1971.

Berikut ini adalah kutipan dari pernyataan Dr. Arvid Carlsson pada tahun 1978:
“Saya sangat yakin bahwa penggunaan fluoride pada air minum tidak akan berlangsung lama di masa depan. Hal tersebut akan tinggal menjadi sejarah. Penggunaan fluoride pada air minum bertentangan dengan prinsip utama dari pharmacotherapyyang didasarkan pada stereotipe yang muncul dalam sistem pengobatan 1 tablet 3 kali sehari menjadi sistem pengobatan yang lebih individual. Sistem pengobatan individual yang menghargai proporsi kebutuhan dosis dan jenis obat. Sedangkan pengobatan dengan memasukkan tambahan zat pada air minum tentunya jelas bertentangan dengan konsep terapi individual tersebut.”

Dari sejumlah berita yang beredar beberapa waktu lalu fluoride disinyalir sebagai salah satu bahan yang digunakan pada pembuatan bom atom. Efek racun kimiawi yang dipaparkan lewat penemuan ini mendorong para peneliti semakin kritis melakukan riset tentang bahaya flouride pada pasta gigi, kemudian banyak berita mempublikasikan efek samping dan bahaya fluoride dalam memicu osteoporosis dan kerusakan sistem saraf terutama pada penggunaan yang salah.

Sekitar awal tahun 2000‚ pemerintah Belgia menjadi pihak pertama melarang peredaran tablet dan permen mengandung fluoride yang selama ini dianjurkan pemberiannya pada anak-anak untuk menguatkan gigi mereka. Riset lain dari Swedia menyorot kecenderungan anak untuk menelan pasta gigi secara tak sengaja melalui air ludah bekas sikat gigi yang kerap memicu kasus overdosis fluoride dan menimbulkan gangguan seperti banyaknya pengeluaran ludah, tumpulnya indera perasa di sekitar mulut sampai ke gangguan pernafasan bahkan kanker.

Keadaan terhambatnya penyerapan kalsium sebagai salah satu manifestasi efek sampingnya juga dikenal dengan istilah fluorosis yang bisa berakibat lanjut pada penurunan IQ, gangguan sistem saraf dan kekebalan tubuh serta kerapuhan tulang dan terhambatnya pertumbuhan.

dari study menunjukkan bahwa dampak flouride pada syaraf dapat menyebabkan alzheimer, dimensia, penyakit mental menurunkan daya konsentrasi, dan menurunkan nilai IQ pada anak anak.

Lantas bagaimana sikap kita Selanjutnya.?

Di luar kemungkinan pemberitaan efek fluoride ini sebagai fakta, mungkin tak perlu buru-buru menjadi terlalu resah dan was-was menggunakan produk pasta gigi yang mengan-dung fluoride sejauh kadarnya masih di bawah ambang batas yang dianjurkan. Kesadaran konsumen untuk memilih produk masih tetap bisa dilaksanakan, paling tidak untuk memilih pasta gigi dengan kadar fluoride rendah, dan mungkin, dengan adanya pro dan kontra ini salah satu antisipasi terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan mengawasi penggunaannya.

source :

http://www.setiabudi.name/archives/35/comment-page-1

http://astaqauliyah.com/2005/04/23/pro-dan-kontra-penggunaan-fluoride-pada-pasta-gigi/

50 alasan menolak fluoride : http://fluoridealert.org/50-reasons.htm

Fluoride’s Neurological Effects: studies show there may be grave implications for Alzheimers, Dementia, Attention Deficit Disorder, reduced IQ in children : http://www.fluoridation.com/brain.htm

Sulphate reduction bacteria, bakteri penyebab korosi

Kumpulan bakteri yang bersifat korosif adalah bakteri yang dalam metabolismenya menjadikan sulfur dan/atau senyawanya sebagai unsur yang penting, misalnya bakteri pengoksidasi sulfur : Thiobacillus thio-oxidans, dan bakteri pereduksi sulfat : Genus Desulfovibrio atau Desulfotomaculum.

Desulfotomaculum

Makhluk hidup ini berukuran kecil.  Tumbuh dan berkembang di berbagai lingkungan. Jelas mereka memilih lingkungan yang paling cocok dengan hidupnya. Salah satu kelompok dari berjuta-juta kelompok makhluk hidup imut yang ada di alam semesta ini selain yang ditemukan di system water treatment di atas, ada bakteri yang dikenal bernama SRB. SRB sesungguhnya adalah singkatan keren dari Sulphate Reduction Bacteria dan diindonesiakan menjadi Bakteri Pereduksi Sulfat.

Di dunia ini (menurut para ahli mungkin juga hidup di planet Mars ?), bakteri secara garis besar digolongkan menjadi dua golongan yaitu bakteri aerob dan anerob. Bakteri Aerob artinya dia membutuhkan oksigen untuk hidup, sedangkan Bakteri Anaerob sebaliknya : bila ada oksigen dia akan mati, namun akan tumbuh subur dan gemuk bila kandungan oksigen di lingkungannya sangat kecil atau nyaris nihil. Sedangkan hubungannya dengan istilah pengoksidasi dan pereduksi di atas, maka bakteri pengoksidasi sulfat adalah bakteri aerob, sedangkan bakteri pereduksi sulfat adalah bakteri anaerob. SRB yang kita perbincangkan ini termasuk dalam golongan bakteri anaerob.

Bagaimana korosi bisa terjadi karena bakteri anaerob ini?

Besi dan baja karbon biasanya mempunyai laju korosi yang rendah dalam air netral terdeaerasi (oksigennya telah diusir pergi) dan di dalam larutan garam karena hanya terjadi reaksi reduksi katodik :

2 H2O + 2e → H2 + 2 OH

Bakteri anaerob pereduksi sulfat (sulphate reducing bacteria / SRB) akan menyebabkan korosi pada struktur baja yang ditimbun dalam tanah, dengan pembentukan lapisan tak protektif seperti FeS dan Fe2O3.H2O. , bila SRB pada awalnya tidak aktif. Bila SRB aktif sejak awal, maka produk korosi yang terbentuk adalah FeS dan sedikit FeCO3, pada pH 7 .

Mikroba ini menyebabkan terjadinya proses korosi dengan bentuk serangan korosi merata, sumuran, ataupun sel konsentrasi. Mekanisma korosi oleh bakteri dapat dikelompokkan dalam proses-proses berikut :

1.      Memproduksi sel aerasi diferensial.

2.      Memproduksi metabolit korosif.

Interferensi terhadap proses katodik dalam kondisi bebas oksigen.

Mekanisme korosi oleh SRB dikemukakan oleh banyak ahli antara lain oleh Pak Kuhr dan Vlugt, Pak Sharpley, Pak Dexter, Pak Booth dan Tiller, dsb-nya.

Pak Kuhr dan Vlught menyebutkan bahwa korosi oleh SRB dalam lingkungan anaerob dan netral, reaksi katodiknya tidak mungkin berupa reduksi O2 ataupun reduksi H+. Namun serangan korosi yang terjadi bisa sangat parah, berarti ada reaksi katodik lain yang berlangsung, yang melibatkan SRB.

Pak Kuhr dan Vlught menyatakan bahwa SRB menggunakan hidrogen katodik untuk reduksi dissimilasi sulfat menurut reaksi sebagai berikut :

Reaksi anodik   :    4 Fe  -> 4 Fe2+ + 8 e

Dissosiasi air    :     8 H2O <-> 8 H+ + 8 OH

Reaksi katodik  :    8 H+ + 8 e <-> 8 Ho

Depolarisasi Katodik oleh Bakteri Pereduksi Sulfat :

SO42- + 8 Ho -> S2- + 4 H2O

Produk Korosi :

Fe2+ + S2- -> FeS   dan  3 Fe2+ + 6 OH -> 3 Fe(OH)2

Reaksi Keseluruhan :

4 Fe + SO42- + 4 H2O -> 3 Fe(OH)2 + FeS + 2 OH

Salah satu species pendukung  korosivitas SRB adalah bakteri besi berfilamen. Organisma ini mengoksidasi besi yang terlarut di dalam larutan menjadi ferric hydrate yang tak larut yang membentuk sarung yang menutupi sel-sel dan memproduksi semacam batang yang berbentuk filamen.

Beberapa varietas dapat mengoksidasi dan mengkonsentrasi mangan (Mn). Namun pengaruh utamanya adalah membentuk dan menumbuhkan tubercles di dalam air, seperti yang dikemukakan oleh Dexter. Varietas ini bersifat aerob dan akan menghabiskan oksigen yang ada di bawah tubercles (tuberkel). Di dalam endapan lendir terdapat bakteri berfilamen yang hidup bersama-sama dengan bakteri pereduksi sulfat, dan bergabung dengan produk korosi dari stainless steel.

Tampilan SRB sendiri begitu imut. Bila dilihat memakai mikroskop fase kontras dengan perbesaran 1000 x dari ukuran sesungguhnya, betapa mungil ukuran “badan”-nya. Panjang si imut tidak lebih dari 10mm, dan diameternya kurang dari 1mm. Asal tahu saja 1 mm = 10-6 m = sepersepuluhribu centimeter. Namun kalau mereka bergerombol dan beranakpinak, dijamin banyak pengguna logam (terutama paduan logam besi, dan sebagian paduan aluminium, seng, ataupun paduan tembaga) yang dibuat kelimpungan akibat ulah mereka.

Dari percobaan dengan merendam spesimen (baja karbon) dalam air laut (saja) dan dalam air laut berisi 5,5 X105 SRB / ml selama 18 minggu. Semua wadah yang dipakai untuk merendam diatur sedemikian rupa sehingga terbebas dari oksigen. Peralatan disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai.

Dari hasil penelitian , laju (kecepatan) korosi baja carbon dalam air laut saja selama 18 minggu adalah 13,07 mg per dm2 per hari (mg/dm2.day = mdd). Sedangkan bila direndam dalam air laut yang berisi SRB sebanyak 5,5 X 105SRB/ml selama waktu yang sama (18 minggu), kecepatan terkorosinya baja karbon ini menjadi 34,55 mdd. Kecepatan korosi naik hampir 3 (tiga) kali lipat!

Pencegahan Korosi yang disebabkan oleh SRB ini hampir sama dengan pencegahan korosi yang disebabkan oleh penyebab lain, yakni meniadakan salah satu faktor dari 4 (empat) faktor penyebab korosi yaitu : anoda, katoda, elektrolit, dan jembatan arus.

Antara lain dengan pemilihan material, proteksi katodik, pemakaian inhibitor, dan pemakaian cat. Namun mengingat SRB adalah makhluk hidup maka perlu dipakai inhibitor atau cat yang sekaligus bersifat dan berfungsi sebagai biosida (pembunuh bakteri atau mikroorganisma).

korosi logam oleh bacteri pereduksi sulfat

source :

http://kampoengmanik.multiply.com/journal/item/2/SULPHATE_REDUCTION_BACTERIA_SRB_SI_IMUT_PENYEBAB_KOROSI_

Why is Seawater(ocean) Salty?

Like we all have known, the sea water feel salty, and do you Where Does So Much Salt In Sea Water Come From?
There are many reasons that have lead to the saltiness present in the sea. In this article we will take in account, all the congrous and viable explanations that have led to the salinity in the sea.

Reason 1 – Rain Water To Salt Water

The ocean waters were not salty from the start. There are various reasons, which took place for millions of years before the sea turned salty. One reason states that fresh water is being turned to salty water as a result of various factors and that has led to the present condition of sea. Rain water during its passage through the atmosphere absorb many salts, chemicals and gases. Due to the presence of gases such as carbon dioxide, rain water becomes a acidic in nature. When the rain water falls on the rocks, the acid errodes the rocks and carry them with it in the form of ions. This rain water is carried to the oceans through rivers or streams and gets accumulated there. Millions of years needs to pass before these ions make a significant contribution to the salinity of sea. The process by which rain water permeates through the soil and absorb salts and minerals is known as weathering.

In addition to this, many of the rocks also contain basic salt, i.e Sodium chloride in large quantities. When rivers or rain water flows over them, it carries a significant amount of salt from such rocks which later gets accumulated in the sea.

water cycle

Reason 2 – Hydrothermal Vents

Apart from the previous reason, there are ridges on the ocean bed that also contribute to the salinity. Some of the rain water seeps deep inside the earths crust. The ocean water itself also seeps through these ridges into the rocks of oceanic crusts. This water gets heated due to the high temperature core of the earth and flows back through these crests into the sea. Along with the hot water comes lots of minerals and salts absorved from the rocks. Its been predicted that a large amount of hydrothermal fluid flows through these oceanic vents and thus has a substantial contribution to the sea water salinity.

In addition to that, sea water also reacts with the oceanic rocks. Water reacts with rocks to increase the concentration of dissolved salts. Thus there is a continious production of salts and minerals taking place at the bottom of the ocean.

hydrotermal vents

Reason 3 – Submarine Volcanoes

Just like the volcanos erupting on the surface of the earth, there are underwater volcanic eruptions that takes place on the ocean bed. A large amount of hot lava along with rocks and minerals that erupts out of the surface, reacts with the sea water and produces dissolved salts and minerals.Thus increasing its concentration and thus the salinity.

It’s being predicted that such processes are taking place at such high frequency on the ocean beds that they compensate the amount of salts that are lost in the formation of new minerals.

submarine volcano

 

SOURCE :

http://www.brighthub.com/engineering/marine/articles/36184.aspx



Chromium sebagai pencegah diabetes

Sebuah studi dari Dartmouth College menemukan,chromium picolinate bisa merusak materi genetik pada sel-sel hewan hamster. Studi lain yang dilakukan oleh Dr. John Vincent dari University of Alabama di Tuscaloosa menemukan, chromium picolinate akan masuk ke dalam sel-sel secara langsung dan tinggal di sana, dan menimbulkan gangguan. Chroium picolinate berinteraksi dengan vitamin C serta antioksidan lain di dalam sel untuk memproduksi bentuk turunan dari chromium yang bisa menyebabkan mutasi DNA, materi genetik. Kombinasi chromium dan picolinate (khsusnya bentuk turunannya) bisa meproduksi komponen berbahaya. Selain itu, picolinate akhirnya akan pecah dan menimbulkan efek yang merugikan.

Chromium Picolinate merupakan chromium generasi baru yang telah dipatenkan dan lebih mudah diserap oleh tubuh. Chromium berperan penting pada metabolisme dan penggunaan karbohidrat, sintesa asam lemak, kolesterol dan protein. Makanan ala modern yang banyak dikonsumsi masyarakat saat ini sangat sedikit kandungan Chromiumnya. Kekurangan Cromium dapat menyebabkan kelelahan, kegelisahan, diabetes, gangguan metabolisme asam amino dan meningkatkan resiko aterosklerosis.

Mekanisme kerja chromium terhadap diabetes

Mekanisme kerja chromium picolinate dalam meningkatkan efisiensi insulin masih belum bisa dijelaskan dari hasil penelitian ini. Akan tetapi, ada beberapa yang mengklaim peningkatan efisiensi insulin menyebabkan peningkatan produksi serotonin, yang secara perlahan akan mengurangi selera makan. Ada juga yang menemukan kalau chromium berfungsi mengatur proses produksi lemak dalam tubuh, sehingga mencegah pembentukan lemak berlebih. Satu hipotesis menyatakan kalau chromium picolinate meningkatkan sintesis protein, yang selanjutnya akan menstimulasi pertumbuhan otot.

Manfaat Chromium picolinate :

  1. Menjaga keseimbangan kadar gula darah dan meningkatkan efisiensi kerja insulin.
  2. Chromium sering disebut sebagai “Glucose Tolerance Factor” (faktor pengendali kadar gula darah) dibutuhkan pada proses pengolahan glukosa menjadi energi.
  3. Membantu menurunkan berat badan dengan cara membakar lemak menjadi energi.
  4. Menurunkan kolesterol dan trigliserid sehingga dapat menjaga kesehatan jantung.
  5. Meningkatkan massa otot sehingga dapat membentuk otot yang ideal.
  6. Membantu sintesa kolesterol, lemak dan protein serta meningkatkan jaringan otot.

Suplementasi membantu Anda untuk membantu metabolisme tubuh. Bagi para penderita diabetes, suplementasi ditujukan untuk membantu metabolisme karbohidrat dan lemak dengan lebih baik. Suplementasi dengan Chromium Picolinate mampu meningkatkan sensitifitas insulin tubuh sehingga membantu mencerna gula atau karbohidrat dengan lebih baik yang mutlak diperlukan bagi penderita diabetes. Selain itu Chromium Picolinate berguna untuk mengurangi rasa lapar dan nafsu makan.

struktur chromium picolinate

Chromium Membantu Sensitifitas Insulin

Salah satu permasalahan utama pada penderita diabetes adalah kurangnya sensitifitas insulin, sehingga insulin tidak bekerja dengan baik. Suplementasi Chromium Picolinate mampu memperbaiki kinerja insulin dalam tubuh sehingga dapat mengontrol gula darah dengan lebih baik.

Kromium termasuk logam mineral yang jumlahnya sedikit, baik dalam makanan maupun pada tubuh manusia, tetapi sangat penting bagi kesehatan. Nutrien ini tergolong essential trace mineral (mineral penting yang dibutuhkan dalam jumlah kecil) karena tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus dipasok dari makanan sehari-hari. Karena sedikitnya kebutuhan kromium ini hingga sering tak diperhitungkan padahal zat ini sangat diperlukan bagi hampir semua jaringan tubuh manusia, termasuk kulit, otak, otot, limpa, ginjal dan testis. Kromium berasal dari bebatuan dalam perut bumi dan hanya tumbuh-tumbuhan yang bisa langsung menyerap mineral dari tanah. Kandungan kromium yang ada dalam tanah di mana tumbuhan tumbuh menentukan kadar zat itu. Cukup konsumsi “makanan hidup” seperti buah-buahan segar dan sayuran dan makanan alami lainnya setiap hari dapat menghindari resiko kekurangan kromium. Tetapi karena banyaknya penggunaan zat-zat kimia dan pengoalahan yang berlebihan menyebabkan jumlah kromium berkurang, sehingga kebutuhan ini perlu dibantu dengan mengkonsumsi suplemennya.
Sumber kromium bisa didapatkan dari wholegrains (beras merah, raw oats, kedelai,dsb), buah dan sayuran segar, kentang, ikan laut, jamurreishishiitake, dan kuning telur (jangan berlebihan).
atau Kromium berperan untuk mengendalikan metabolisme insulin dalam tubuh, sehingga faktor pengendali kadar gula darah (glucose tolerance factor / GTF). Dengan adanya kromium ini pemanfaatan insulin tubuh lebih efisien dan keseimbangan kadar gula darah terjaga. Kromium juga membantu proses pencernaan protein dan lemak. Penelitian membuktikan bahwa kromium dapat menurunkan kadar trigliserid dan kelebihan total kolesterol darah, sekaligus memperbaiki rasio LDL (kolesterol ‘jahat’) dan HDL (kolesterol ‘baik’).
Sejumlah penelitian di Amerika memperlihatkan pemberian suplemen kromium dengan dosis 2 mg per hari dapat menurunkan kadar kolesterol 15 persen. Selain itu juga menunjukkan bahwa kromium dapat memperbaiki kadar kolesterol dalam darah, mengurangi pengapuran (pembentukan plak) dalam pembuluh darah.
Suplemen kromium umumnya digunakan dalam terapi penyakit yang berkaitan dengan gangguan penyerapan dan metabolisasi gula darah seperti hipoglikemia (tekanan gula darah terlalu rendah) dan diabetes militus. Bagi pengidap resistensi insulin dapat mencegah resiko penyakit diabetes. Lonjakan gula darah yang tak terkendali diketahui dapat mengurangi produksi seretonin (hormon yang mengendalikan emosi, rasa sakit, pola makan) di otak. Kromium dapat mengatasi sakit kepala dan sejumlah gangguan emosi akibat hipoglikemia.
Penyerapan kromium oleh tubuh cenderung lamban, tetapi keluarnya dari tubuh malah sebaliknya, sangat mudah. Karena itu resiko kelebihan atau keracunan jarang terjadi.walaupun belum ada angka resmi kecukupan kromium, tetapi kemampuan tubuh menyerap kromium hanya 2 % sehingga sedikitnya diperlukan 100-200 mcg kromium per hari dari makanan. Anak-anak hanya perlu sedikit dari jumlah tersebut. Kebanyakan suplemen dijual dalam bentuk dosis 200 mcg, berupa kapsul, softgel, tablet atau cairan. Dosis tersebut merupakan dosis maksimalyang cukup aman. Dapat digunakan untuk kesehatan umum atau bagian terapi penurunan berat badan, juga terapi hipoglikemia (tekanan gula darah terlalu rendah).

Kromium harus dikonsumsi bersama makanan atau segelas penuh air atau jus buah. Jika dikonsumsi dengan perut kosong dapat mengakibatkan iritasi pada lambung. Kromium lebih mudah diserap dengan suplemen vitamin C atau makanan yang kaya vitamin C. Hindari konsumsi kalsium karbonat atau antacid (obat maag) pada saat yang bersamaan karena dapat menurunkan kualitas penyerapan kromium. Kebanyakan kromium dijual sebagai chromium picolinateatau polynicotinate.
Untuk penderita diabetes sebaiknya konsultasi dulu dengan dokter sebelum memutuskan memakai suplemen kromium, karena dapat mengubah kebutuhan akan insulin dan berbagai obat penyakit diabetes lainnya.

Chromium picolinate..

source:

http://puskesmassimpangempat.wordpress.com/2009/09/02/kumpulan-artikel-chromiumtambahan-terapi-jitu-untuk-diabetes/

http://www.newdruginfo.com/pharmacopeia/usp28/v28230/usp28nf23s0_m17532.htm

volume rongga kristal model geometri kemas

Tugas kimia anorganik II menghitung % volume rongga kosong pada

1.

Pada sederhana,, panjang sisi = jarak

2 pusat atom atau a = 2 r,, dan dalam kubus terdapat 8 atom, setiap atom memiliki sebesar 1/8 bagian sehingga

Volume rongga = volume kubus – 8 x 1/8 volume atom

= a x a x a  – 4/3 r3

= 2r x 2r x 2r – 4/3 r3

= 8r3 -4,187r3

= 3,813 r3

Jadi % rongga

Kubus sederhana = 3,813  r3 / 8r3 X 100%

= 47,67 %

2. bcc

Pada Bcc diagonal ruang merupakan jumlah dari 4 buah jari-jari atom =4r . karena tiap bagian atom saling bersentuhan,,

Diagonal persegi = √a2 + a2

= a√2

Maka, Panjang diagonal ruang kubus= a √3 =1,732 a

1,732 a = 4r

a = 4r /1,732

a =2,31r

Volume rongga = volume kubus- 2 volume atom

= a x a x a – 2 x 4/3 π r3

= 2,31r x 2,31r x 2,31r- 8/3 π r3

= 12,31 r3– 8,37 r3

=3,94 r3

Jadi % rongga kubus pusat badan = 3,94 r3 / 12,31 r3 X 100%

= 32 %

3. Fcc

Dalam Fcc panjang diagonal sisi = 4r, karena ada 3 atom yg saling bersentuhan 1 x 2r dan 2 x 1r.

Panjang diagonal sisi = √a2 + a2

= a√2

= 1,414 a

1,414 a = 4r

a = 4r / 1,414

a = 2,83 r

Volume rongga = volume kubus- 4 volume atom

= a x ax a – 4 x 4/3 π r3

=2,83 r x 2,83 r x 2,83 r – 16/3x π r3

= 22,615 r3– 16,75 r3

=5,86 r3

Jadi % rongga Fcc = 5,86 r3 / 16,75 r3 X 100%

= 25,93 %

4. Tetrahedral